Hasil Panen Menurun, Ratusan Petani Bawang Keluhkan Kemunculan Ulat Grayak

Petani Bawang di Bima. (Sariagri/Yongki)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Selasa, 28 September 2021 | 16:10 WIB

Sariagri - Ratusan petani bawang merah di Desa Sangia, Kecamatan Sape, Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengeluhkan penurunan hasil panen musim ini yang merosot hingga 35 persen, akibat adanya serangan hamat ulat.

Mastur, petani bawang di wilayah dataran tinggi itu mengatakan, sejak 2 pekan terakhir tanaman bawang di ladangnya di serang hama ulat grayak hingga membuat daun bawang tak bisa tumbuh subur.

Tidak hanya itu, diakui Mastur bahwa ulat grayak juga berpengaruh terhadap hasil panen bawang yang menurun hingga 35 persen, dari biasanya 5 ton menjadi 3,5 ton pada musim ini. Kondisi ini membuat pihaknya terancam merugi.

"Hasil panen sekarang ini berkurang, karena ada kendala hama ulat grayak ini yang membuat tanaman bawang kami rusak daunnya," ungkap Mastur kepada SariAgri Selasa, 28/9/2021.

Ulat grayak sendiri merupakan jenis hama polyphagus yang menyerang tanaman dan menyebabkan kerusakan pada daun tanaman seperti kacang, jagung, padi, bawang dan sayur mayur lainnya.

Sejauh ini, Mastur belum mengetahui penyebab pasti kemunculan ulat grayak tersebut, yang pasti kemunculan ulat tersebut cukup mengganggu pertumbuhan tanaman bawangnya.

Mastur mengaku, kejadian ini tidak hanya dialami sendiri namun juga dirasakan oleh seluruh petani di wilayahnya. Dengan begitu, ia meminta bantuan pemerintah untuk segera diberikan solusi.

"Sebelumnya kita sering kasih obat ini tanaman dengan biaya mahal, namun sampai memasuki panen ini masih ada terjadi," ucapnya.

Tidak hanya dihadapkan dengan kemunculan ulat grayak, Mastur dan para petani lain juga dipersoalkan dengan mahalnya harga obat tanaman, dan merosotnya harga bawang.

Meski mengaku mendapat pupuk dengan cukup mudah, namun mahalnya harga obat tanaman juga cukup berpengaruh terhadap pendapatan mereka, mengingat harga bawang saat ini turun dari Rp 17 Ribu perkilogram, kini menjadi 12 Ribu Perkilogramnya.

"Yang paling para itu harga obat ini yang mahal sampai 350 ribu kita beli, dan sangat tidak sesuai dengan hasil produksi ini," katanya.

Mastur berharap adanya perhatian pemerintah untuk hadir memberikan solusi, baik dengan memberikan subsidi obat obatan, dan memberikan mereka bibit tanaman serta stimulan untuk menambah biaya produksi.

Baca Juga: Hasil Panen Menurun, Ratusan Petani Bawang Keluhkan Kemunculan Ulat Grayak
Mahasiswa UB Malang Kembangkan Bakteri Pengendali Layu Fusarium pada Bawang



"Kita berharap kepada pemerintah agar turun memberikan pelatihan cara mencegah hamat ulat dan pemberian modal untuk kelompok petani," tutupnya. (Sariagri/yongki)