20 Tahun Jadi Guru, Pria Ini Putuskan Pindah ke Desa dan Jadi Petani Kentang

Teddy Irawan tinggalkan profesi demi menjaga kualitas hidup dan menjadi petani (Youtube Cap Capung)

Penulis: Dera, Editor: Reza P - Sabtu, 6 November 2021 | 15:00 WIB

Sariagri - Demi menjaga kualitas hidup dan kesehatan jiwa, pria ini memilih pindah ke desa serta meninggalkan profesi yang telah menghidupinya selama puluhan tahun untuk menjadi seorang petani kentang.

Pria itu adalah Teddy Irawan yang dahulu berprofesi menjadi seorang guru selama 20 tahun dan kini pindah ke Semarang, Jawa Tengah tepatnya di lereng gunung Merbabu untuk bertani komoditas kentang.

“Saya lama di dunia pendidikan kurang lebih 20 tahun mulai jadi guru, kemudian fasilitator melatih guru-guru dan kepala sekolah di daerah-daerah, terakhir profesi saya sebagai kepala sekolah di salah satu sekolah internasional di Bintaro,” ujarnya seperti dikutip Sariagri dari Channel Youtube Cap Capung, Sabtu (6/11).

Teddy mengungkapkan bahwa hidup di desa merupakan cita-citanya bersama sang istri dalam menjaga jiwa dan raga agar tetap berkelanjutan. Dikatakannya, hidup di desa tidak semudah itu perlu kalkulasi yang realistis.

“Kita berdua suka gunung, alhamdulillah saya kompromi dengan istri ada kecocokan supaya bisa move on mendapatkan kualitas hidup salah satunya yang kita pilih adalah profesi petani,” ungkapnya.

Teddy menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan kenikmatan ketika memilih profesi petani, di mana dia dapat mengatur ritme kerja, target, dan mengelola sistem pertanian namun tidak lepas dari tuntunan dari seorang mentor.

“Alhamdulillah saya mendapat mentor yang baik dan bisa menuntun saya menjadi petani secara konstruktif, satu lagi kenikmatan yang saya dapat bersama istri mungkin konyol tapi enak, berangkat kerja itu gak usah mandi gitu loh,” jelasnya.

Kendala yang dihadapi petani kentang

Teddy menyatakan bahwa dalam budidaya kentang salah satu kendalanya yaitu pengadaan bibit yang selalu membeli dari penjual. Saat ini dirinya pun tengah menghasilkan bibit sendiri dan tentunya bibit yang unggul agar tidak terhambat dalam penyediaan bibit.

“Setelah kita pelajari bibit itu 40 persen dari cost dari biaya menanam kentang di lahan, itu cukup besar. Ketika kita bisa memproduksi bibit sendiri pasti akan mengurangi expand dari kebutuhan bibit itu,” kata pria yang kini telah menjadi petani kentang tersebut.

Untuk merawat kentang, lanjut Teddy, perlu diperhatikan dari segala aspek mulai dari kondisi cuaca, hama dan penyakit, kelembaban tanah dan lain sebagainya. Bagi pemula, kata dia, memang diperlukan pendamping dalam membudidayakan kentang agar hasil yang didapatkan maksimal.

“Alhamdulillah kalau menurut mentor kami nilai kita dari 0-10 itu sudah 8,5 mau ke 9, padahal kita baru pemula. Memang kuncinya harus ada mentornya, kalau ada mentornya akan terjaga dari hasil dan kualitas panen,” terangnya.

Baca Juga: 20 Tahun Jadi Guru, Pria Ini Putuskan Pindah ke Desa dan Jadi Petani Kentang
Kisah Sukses Seorang Guru yang Bangun Budi Daya Melon Hidroponik selama Pandemi

Teddy menambahkan bahwa di Indonesia yang memiliki iklim tropis untuk usaha agribisnis kesempatan sangat terbuka luas, seperti tanah yang subur, sumber air, matahari yang tersedia sepanjang tahun mendukung dalam kegiatan pertanian.

“Prinsip hidup saya simpel sebenarnya yaitu start small jangan berharap terlalu besar, kemudian fokus dan jangan konyol yaitu jangan main-main, fokus nanti suatu saat akan mendapat kualitas. Insya Allah sudah tercapai cita-cita saya untuk mendapat kualitas hidup tidak hanya mementingkan kuantitas hidup saja,” pungkasnya.