Perajin Tenun Sutera Daerah Ini Panen Berkah di Masa Pandemi COVID-19

Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera tak patah arang. (Sariagri/Jayadi)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Selasa, 21 September 2021 | 13:10 WIB

Sariagri -   Pandemi COVID-19 yang sudah berlangsung dua tahun terakhir di Tanah Air, memberikan hikmah tersembunyi bagi di Kampung Karanganyar Desa Cipondok, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat untuk bangkit.

“Kita mulai mendapat bantuan dari PGE Karaha karena ada masalah pandemi (Covid-19) ini, dan sampai sekarang kami jadikan modal yang ada di kelompok kami itu (Bantuan),“ ujar Holib, 49 tahun, Ketua Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera, dalam obrolan hangatnya dengan wartawan beberapa waktu lalu.

Menurut Holib, rontoknya usaha serta sulitnya modal akibat COVID-19, tak membuat kelompok itu sirna. Bantuan CSR PGE Area Karaha yang datang tepat waktu satu awal tahun ini, akhirnya kembali menjadi pembuka keberlangsungan usaha mereka.

“Jadi memang masa pandemi ini ada berkahnya juga,” ujar dia dengan senyum hangatnya, mensyukuri hadirnya suntikan modal bagi keberlangsungan usaha mereka.

Maklum selama ini, bantuan modal usaha mereka banyak bergantung dari uluran tangan pengepul, dengan perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. “Jadi kalau mereka ada pesanan, untuk bahan baku dikasi dulu pinjaman,” kata dia.

Namun perlahan pasti masuknya bantuan permodalan dari CSR Pertamina, terutama saat pandemi COVID-19 berlangsung, mampu mengairahkan usaha tenun sutera yang selama ini menjadi garapan mereka.

“Awalnya untuk modal kerja membeli benang, benangnya dikelola kelompok, dikasi dulu ke anggota nanti produksi kainnya dikumpulin sama kelompok,” papar dia.

Bahkan seiring meningkatnya permintaan benang sutera, para anggota secara sukarela mulai menyisihkan sebagian pendapatan mereka sebagai uang kas kelompok. “Nanti saat ada kebutuhan benang lagi kita beli dari kelompok, dan sekarang masih berjalan,” kata dia.

Bagi Holib dan kelompoknya, sebelum masuknya bantuan pertamina, masa pandemi COVID-19 seakan kiamat bagi usaha mereka. Selain permodalan yang masih bergantung dari pengepul, permintaan benang pun turun drastis. “Pasar masih ada tapi memang sangat terbatas,” kata dia

Tak ayal kondisi itu langsung menggerus keberlangsungan usaha para anggota kelompok di kampung itu. “Awalnya ada 6 unit jalan sekarang hanya 3 unit, kemudian dari tiap unit hanya berjalan satu dua orang,” ujar dia merinci dampak COVID-19 bagi usaha mereka.

Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera. (Sariagri/Jayadi)
Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera. (Sariagri/Jayadi)

Motif Sesuai Pesanan

Seiring masuknya suntikan modal, geliat usaha kelompok kembali tumbuh. Permintaan kain sutera dengan motif yang dibuat kelompok, kembali datang seiring membaiknya perekonomian masyarakat.

“Motif kain itu sesuai dengan kebutuhan mereka, awalnya bikin kain sulam, kita lempar ke pasar, setelah diterima baru mereka memesan,” kata dia.

Saat ini ada empat jenis motif kain sutera yang dibuat kelompok, yakni motif sulam, motif bulu, motif organdi hingga motif bulu batang. “Rata-rata paling banyak dipesan motif bulu, karena harganya lumayan murah sekitar Rp600-700 ribu per satu lembar kain,” kata dia.

Meskipun demikian, tidak sedikit kalangan tertentu yang fanatik terhadap motif tertentu seperti batik sulam yang terbilang sulit, kerap dilayani sesuai pesanan mereka.

“Maklum konsumen kita rata-rata orang yang menengah ke atas, idealismenya tinggi, jadi kalau pakai sutera, sutera terus, atau batik pasti batik terus,” kata dia.

Ihwal harga, ragam kain sutera yang dihasilkan kelompok ujar dia, dijual cukup beragam mulai Rp650 ribu hingga jutaan rupiah per helai kain ukuran panjang 2,5 meter dan lebar 1,15 meter.

“Yang paling mahal jenis batik sulam satu setelnya kalau konsumennya suka sama motifnya bisa sampai Rp6 juta, tapi rata-rata Rp4 juta,” kata dia.

Untuk wilayah pemasaran ujar dia, pesanan paling banyak saat ini masih menuju ibu kota Jakarta. Beberapa desainer terkenal tanah air saat ini sebut saja Itang Yunaz, Hari Ibrahim dan lainnya, masih setia menggunakan ragam motif produk Kelompok Usaha Tenun Sutera Alam Mardian Putera itu.

“Produk kita yang paling banyak dipakai (Jakarta) jenis organdi, ada desainer di Jakarta itu yang pasarnya sampai ke luar negeri, kita hanya mengirim bahan ke sana,” kata dia.

Baca Juga: Perajin Tenun Sutera Daerah Ini Panen Berkah di Masa Pandemi COVID-19
Kisah Petani Asal Indonesia Magang Jadi Petani di Jepang, Kantongi Puluhan Juta per Bulan

Holib mengaku, jika dibanding masa normal sebelum pandemi, pendapatan yang diperoleh saat ini turun drastis. “Sebelumnya omset per kelompok per dua minggu bisa sampai 15 juta per, kalau sama anggota lainnya bisa sampai 60 jutaan, sekarang per dua minggu Rp 5 juta saja susah,” papar dia.

Namun meskipun demikian masuknya modal usaha yang diperoleh dari perusahaan energi plat merah itu, diharapkan menjadi mesin penggerak usaha mereka. “Kita (sebelum modal datang) turunnya 70 persen lebih,”pungkasnya.