Tanggap Iklim Penting dalam Budidaya Hortikultura yang Adaptif

Ilustrasi - Kekeringan akibat perubahan iklim. (Pixabay)

Editor: Arif Sodhiq - Rabu, 15 September 2021 | 15:10 WIB

Sariagri - Tanggap iklim merupakan salah satu kunci keberhasilan pelaksanaan Kampung Hortikultura. Program strategis prioritas Kementerian Pertanian (Kementan) dengan luasan 5 - 10 hektare itu berupa akumulasi parsial lahan dalam satu wilayah desa. Hingga kini, telah ada 1345  Kampung Hortikultura yang tersebar di 31 provinsi. 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya mewujdukan pertanian maju, mandiri dan modern dengan langkah cerdas, tepat dan cepat. Karena itu penyebarluasan informasi iklim kepada petani, penyuluh bahkan masyarakat umum yang tertarik pada budidaya hortikultura dan dunia pertanian harus terus dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. 

“Bertindak cerdas, tepat dan cepat dalam mencapai kinerja yang lebih baik (Maju), mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki (Mandiri), serta memanfaatkan kekinian teknologi (modern),” ujar Mentan. 

Direktur Perlindungan Hortikultura, Inti Pertiwi mengatakan dalam pengembangan Kampung Hortikultura, terdapat kebijakan operasional perlindungan tanaman hortikultura yang dilakukan melalui beberapa pendekatan. Pendekatan itu antara lain pendekatan sistem PHT (Pre-emtif dan Kuratif) berupa gerakan pengendalian OPT, penerapan PHT (PPHT), penguatan kelembagaan - klinik PHT serta penanganan DPI.

“Walaupun perubahan iklim tidak bisa dihindari dan dampaknya pasti akan terjadi, namun kita dapat meminimalkan dampak perubahan iklim tersebut menjadi suatu proses yang dapat diadaptasi,” kata Inti melalui keterangan tertulis, Rabu (15/9/2021). 

Dia menjelaskan, dampak perubahan iklim terhadap tanaman hortikultura antara lain berpengaruh pada pola curah hujan dan sifat hujan, peningkatan suhu udara dan permukaan air laut serta peningkatan suhu udara yang dapat memicu kekeringan. Karena itu dibutuhkan strategi agar dampak itu tidak banyak mengganggu pengelolaan budidaya hortikultura. 

“Pada aspek pemanfaatan informasi yang sudah dilakukan oleh Ditjen Hortikultura, tercatat bagaimana dapat memprediksi dampak perubahan iklim yang akan terjadi pada dua sampai tiga bulan kedepan serta memberikan rekomendasi kepada Direktorat Teknik untuk mengantisipasi hal yang akan terjadi dan diakibatkan oleh perubahan iklim,” paparnya. 

Pakar dari Universitas Gadjah Mada, Andi Trisyono mengatakan bawang merah dan cabai nerupakan contoh tanaman hortikultura yang mudah rusak apabila terdampak perubahan iklim. 

“Pernah suatu ketika bawang merah berumur 40 hari dalam satu kelompok tani seluas 20 hektare, awalnya tanaman masih berwarna hijau tiba–tiba terserang beberapa hama akibat datangnya perubahan iklim,” ungkapnya. 

Menurut Andi, perubahan iklim tidak selalu berdampak negatif tetapi juga dapat bermanfaat dalam pengelolaan OPT dan mengetahui kelembaban udara untuk memanipulasi kondisi lingkungan penanaman. Suhu udara pada kondisi iklim tertentu dapat mensinkronisasikan waktu penyemprotan pestisida dengan prediksi hujan dan kecepatan angin untuk mengetahui pemilihan formulasi pestisida.

Baca Juga: Tanggap Iklim Penting dalam Budidaya Hortikultura yang Adaptif
Ini Gunanya Pencantuman Nama Ilmiah Tumbuhan dalam Dokumen Karantina

Dikatakan Andi, untuk mengupayakan dampak perubahan peran iklim dalam pengelolaan tanaman hortikultura agar tetap stabil perlu monitoring, model development, modified ipm practices, pest management in changing climate secara berkelanjutan. 

"Monitoring itu tetap penting, tentunya dengan teknologi saat ini kita bisa memasang sensor agar dapat terus memantau suhu, kelembaban dan faktor lainnya dalam pengelolaan secara realtime. Oleh sebab itu perlu dikembangkan model yang bisa digunakan modifikasi, praktik-praktik pengelolaan hama khususnya dikaitkan dengan permasalahan iklim,” terangnya.

Video terkait: