Berita Pertanian - Upaya pemerintah dalam penyediaan beras dihadapkan pada sejumlah tantangan.
SariAgri - Di Indonesia, membahas tentang pangan identik dengan beras yang merupakan makanan pokok penduduknya. Kelangkaan pasokan beras dapat menimbulkan permasalahan serius pada aspek sosial, ekonomi, dan politik. Mengingat peran beras yang begitu vital, kebijakan terkait stabilisasi penyediaan beras dan perbaikan kesejahteraan petani padi selalu menjadi prioritas pemerintah.
Upaya pemerintah dalam penyediaan beras dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang cukup berat adalah terjadinya konversi lahan sawah ke peruntukan lainnya, seperti untuk perumahan, industri, perkantoran, pusat bisnis, dan infrastruktur. Guna mengkompensasi hilangnya lahan pertanian, pemerintah berupaya melakukan pencetakan lahan sawah baru di luar Jawa.
Namun, langkah itu kurang sebanding dengan areal lahan yang telah terkonversi. Selain itu, tingkat kesuburan tanahnya juga terbilang masih rendah.
Saat ini, pemerintah juga telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produksi pangan melalui program intensifikasi, diantaranya dengan penggunaan input pertanian modern, termasuk varietas benih bermutu. Pada tahun 2007, pemerintah melaksanakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN). Kemudian melaksanakan kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) antara lain dengan bantuan benih padi hibrida yang cukup besar.
Hibrida merupakan produk persilangan antara dua tetua padi yang berbeda secara genetik. Apabila tetua-tetua diseleksi secara tepat, maka hibrida turunannya akan memiliki vigor dan daya hasil yang lebih tinggi daripada kedua tetua tersebut. Padi hibrida memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah hasil yang lebih tinggi daripada hasil padi unggul biasa dan vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma.
Adanya padi hibrida diharapkan dapat mendongkrak produksi beras nasional atau setidaknya menjadi teknologi terobosan (breaktrough). Berdasarkan pengalaman negara lain yang telah lebih dahulu mengembangkan padi hibrida, terlihat bahwa varietas itu memiliki sejumlah potensi untuk dikembangkan.
Hingga tahun 2020, benih padi hibrida yang sudah dilepas oleh pemerintah melalui Menteri Pertanian sebanyak 107 varietas. Pelepasan pertama dilakukan pada tahun 2001, yang terdiri atas varietas Intani I dan Intani 2. Sementara pada tahun 2020 lalu, varietas yang dilepas adalah Bridantara 2, Bridandara 3, Bridantara 8, dan PP5.
Tingkat pengembangan benih padi hibrida secara umum tergantung dari permintaan pasar, yaitu adopsi dari pengembangan padi hibrida. Tingkat adopsi teknologi padi hibrida di Indonesia masih tergolong rendah, yakni di bawah 5 persen pada kurun waktu 2013 hingga 2017.
Rendahnya adopsi padi hibrida di tingkat petani disebabkan oleh beberapa faktor, seperti rumitnya proses produksi benih padi dan produksinya melibatkan galur mandul jantan. Proses tersebut secara alamiah memiliki rendemen benih, persentase biji yang menjadi benih setelah dilakukan pemilihan lebih rendah dibandingkan padi normal, yaitu sekitar 1,5 ton per hektare. Oleh karena itu, harga benih padi hibrida lebih mahal dibandingkan dengan benih padi Inbrida.
Faktor lain yang juga tak kalah penting adalah produktivitas varietas unggul yang memberikan keunggulan heterosis perubahan pada penampilan keturunan persilangan yang secara konsisten berbeda dari penampilan kedua tetuanya sekitar 10 persen dibandingkan padi inbrida. Padahal pada tingkat penelitian dan pengkajian, angkanya dapat mencapai 15 hingga 20 persen.