Berita pertanian - Dalam satu tempat bisa digunakan untuk bertani dan beternak ikan.
SariAgri - Keterbatasan lahan pertanian membuat ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Mutiara Bogor Raya (MBR) Kelurahan Katulampa, Kota Bogor terus melakukan inovasi.
Inovasi terbaru yang dilakukan para ibu-ibu di KWT Berkah MBR Ini adalah menanam padi di wadah gelas plastik bekas minuman kemasan.
Jika pada umumnya gelas ini digunakan untuk wadah es, di tangan ibu-ibu KWT MBR gelas ini bisa digunakan untuk menanam padi. Sudah satu bulan terakhir inovasi menanam padi dengan menggunakan wadah gelas cup ini dilakukan dengan menggunakan sistem hidroganik.
Pengawas TPS3R MBR, Sulistyawati mengatakan bahwa sistem hidroganik adalah sistem pertanian dengan mengggunakan nutrisi dari amonia ikan dan tidak menggunakan pupuk atau nutrisi kimia dan tanah.
Untuk menanam padi menggunakan wadah gelas plastik dengan sistem hidroganik yang harus dipersiapkan adalah kerangka dan isntalasi saluran nutrisi. Kerangka dan saluran itu bisa dibuat dengan menggunakan baja ringan dan pipa paralon untuk sirkulasi nutrisi.
Sedangkan untuk nutrisi bisa diletakan dibawah kerangka dan pipa parolon yang nanti dialiri dengan mengguanakan mesin pompa.
"Untuk wadahnya kita pakai cup, kemudian untuk hole-nya kita pakai pipa paralon. Nah untuk nutrisi kita pakai air dari lele, karena kita juga disini ada ternak lele, nanti dibantu mesin pompa amonia lele ini disalurkan ke atas, jadi kotorannya itu terserap menjadi nutrisi untuk pertumbuhan padi," kata Sulistyawati.
Setelah semua siap, mereka menyiapkanmedia tanam. Dalam satu wadah gelas, berisi kasgot (hasil olahan sampah dengan larva lalat BSF), cocopeat, kotoran puyuh, dan sekam bakar. Setelah media tanam siap kemudian ditabur tiga benih padi.
"Nanti dari tiga itu tidak tumbuh semua ada beberapa yang bagus kita pertahankan," katanya.
Sulis menceritakan inovasi tersebut muncul ketika mengikuti pelatihan budidaya burung puyuh. Dalam kegiatan itu juga disampaikan cara bertani padi dengan menggunakan hidroganik dengan menggunakan kotoran kelinci.
"Kalau kami tidak punya kelinci tapi kami ingin coba dengan lele, iya walaupun media nutrisinya tapi kami ingin coba apakah dengan lele ini akan panen padi kita coba saja inovasi saja," katanya.
Keuntungan bertani padi dengan menggunakan sistem hidroganik, kata Sulis, adalah tidak memerlukan lahan yang besar. Selain itu dalam satu tempat bisa digunakan untuk bertani dan beternak.
"Ketika padinya panen kita bisa panen padi, dan di bawahnya ini kita ternak lele di atas lele kita tanam kankung pakai sistem rakit apung, jadi bisa sekaligus tiga," katanya.
Meski baru tahap percobaan, tanam padi dengan sistem hidroganik menunjukan hasil yang baik. Dalam waktu sebulan padi-padi ini sudah tunbuh subur.
"Ini ada 450 lubang, dalam waktu tiga bulan diperkirakan akan panen, estimasi hasil panen itu bisa sampai satu kwintal, ya mudah mudahan ini berhasil sambil kita terus evaluasi dan inovasi," katanya.
Sulistyawati menjelaskan bahwa KWT ini merupakan bagian dari Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Mutiara Bogor Raya (MBR). Sehingga sistem pertanian dan peternakan yang ada menjadi terintegrasi yang diawali dari pengolahan sampah.