Berita pertanian - Pemkab Sidrap sedang melakukan peningkatan kualitas produksi, menjaga stabilisasi, serta mencari komoditas yang memiliki nilai ekspor.
SariAgri - Untuk mendukung hasil pertanian beras di Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Sidrap menyiapkan program Penangkar Benih Unggul untuk 250 hektare persawahan dalam rangka peningkatan produktivitas pertanian beras. Penangkar benih sebanyak 250 hektare area persawahan itu akan disebar di semua kecamatan.
Program penangkaran benih unggul tersebut didasarkan pada tiga permasalahan utama yang ditemui para petani di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) ini, kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Azis Damis.
Tiga poin yang dimaksud adalah ketersediaan benih yang kurang, termasuk ketersediaan pupuk, serta tingkat organisme hama penyakit yang tinggi.
"Kita bisa menunda beli semuanya tetapi tidak bisa menunda beli makanan," kata Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Sulsel Andi Ardin Tjatjo
Oleh karena itu, Pemkab Sidrap telah mempersiapkan dana untuk peningkatan produksi dengan masa tanam Oktober 2020 hingga Maret 2021 dan April hingga September 2021 melalui penangkaran benih bibit unggul.
Dengan benih unggul, tentu akan memengaruhi hasil produktivitas di masyarakat.
Ketersedian pangan dinilai tidak lepas dari tujuan menyejahterahkan para petani. Pemkab Sidrap yang sedang melakukan tiga upaya untuk mencapai tujuan tersebut, yakni peningkatan kualitas produksi, menjaga stabilisasi, serta mencari komoditas yang memiliki nilai ekspor.
Pertanian Modern
Selain benih, Pemkab Sidrap juga menyiapkan penggunaan alat mesin saat penanaman, termasuk pengolahannya sudah menggunakan traktor empat roda. Sementara pada proses panennya menggunakan alat sesuai dengan pertanian modern.
Azis Damis menyebutkan bahwa metode pertanian modern telah berlangsung 5 tahun terakhir di Kabupaten Sidrap dan terbukti memberikan sumbangsih terhadap hasil panen 48.871 hektare persawahan di Sidrap.
Setiap hektare bisa menghasilkan 6 hingga 7 ton untuk satu kali masa panen dari dua masa tanam (MT) per tahun. Hasil ini terbilang meningkat 20 hingga 30 persen dari metode tradisional karena hasil panen tidak efektif, lebih banyak hasil yang terbuang saat proses panen.
Panen 2 MT dalam setahun akhir September dan pada bulan Oktober—Maret. Akan tetapi, pihaknya juga kadang pakai tanaman palawija. Kalau proses tradisional itu, paling tinggi 4 hingga 5 ton untuk satu kali panen.
Pada masa panen, pemkab setempat memberdayakan kaum muda. Bahkan, mempercayakan angkutan hasil panen kepada mereka dengan motor trail.
Peralihan alat transportasi hasil panen ini tidak sekadar dari kuda ke motor taksi, tetapi kepercayaan kepada pemuda untuk angkut hasil panen mengandung asa bahwa mereka kelak akan mencintai pertanian.