Jaga Ketahanan Pangan, Apakah Negara ASEAN Turut Terapkan Food Estate?

Berita Pertanian - Ilustrasi lahan pertanian (pixabay)

Penulis: Dera, Editor: Arif Sodhiq - Selasa, 15 September 2020 | 23:00 WIB

SariAgri - Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi besar untuk dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Salah satu upaya untuk mencapai hal itu adalah dengan menghidupkan kembali lahan rawa melalui program food estate.

Kementerian pertanian Republik Indonesia mencanangkan program food estate di dua kabupaten di Kalimantan Tengah yaitu Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Penanaman di area food estate itu akan dilakukan pada lahan eksisting dan tidak mencetak lahan baru.

Dalam makalah diskusi berjudul “Ekonomi Politik Kebijakan beras di Indonesia: Perspektif Masyarakat ekonomi ASEAN”, Arianto A. Patunru dan Assyifa Szami Ilman menjelaskan bahwa mereka tidak menemukan program yang serupa dengan program food estate di Indonesia. Negara ASEAN lainnya fokus mendukung petani melalui subsidi untuk menurunkan biaya produksi, pengelolaan lahan, dan stok cadangan.

Pemerintah Vietnam membuat kebijakan Rice Land Preservation (Perlindungan Lahan Padi) untuk meningkatkan pengelolaan lahan sawah agar dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan ekspor beras. Kebijakan itu mirip seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Thailand, yang membuat zona khusus untuk produksi beras agar dapat memenuhi permintaan pasar.

Pemerintah Thailand membersihkan area lahan yang diklasifikasikan “tidak cocok untuk tanaman padi”, tetapi ditanami padi. Agar petani padi menanam tanaman lain pada lahan tersebut, Pemerintah Thailand menyiapkan sistem insentif dalam bentuk dukungan peralatan dan pengembangan merk dagang.

Pemerintah Vietnam membuat Panduan strategi Pengembangan pasar Beras 2017—2020 dalam rangka penerapan kebijakan perubahan produksi dari produksi beras medium menjadi beras premium. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kesejahteraan petani yang tidak mampu meningkatkan pendapatan mereka karena mendapatkan keuntungan yang terlalu kecil ketika menanam beras medium.

Perdagangan internasional yang semakin kompetitif telah mengurangi nilai ekspor beras Vietnam. Pemerintah Vietnam berencana melakukan restrukturisasi ekspor beras sehingga beras wangi dan beras premium lainnya mencapai angka 40% dari total ekspor beras negara itu, diikuti dengan ekspor beras ketan dan beras putih dengan nilai masing-masing sebesar 25%. Sisa 10%-nya akan dialokasikan ke beras berkualitas tinggi, beras organik premium, beras bernutrisi, serta produk beras lainnya. Jika berhasil, upaya tersebut akan membuat kompetisi dengan Thailand semakin sengit, karena Thailand dikenal sebagai negara pengekspor beras premium.

Pemerintah Thailand mengintervensi harga padi dengan mendorong petani agar menimbun hasil panennya melalui program On-Farm Paddy Pledging. Pemerintah Thailand akan memberikan pinjaman bunga rendah dengan tenor enam bulan apabila petani menunda menjual hasil panen mereka. Awalnya program tersebut dilakukan untuk beras wangi dan beras ketan, tetapi sekarang telah diperluas dan berlaku pula untuk beras putih.

Thailand juga gencar mempromosikan produk organik hasil pertanian di negaranya, dengan mengalokasikan anggaran promosi senilai 1,9 miliar baht (sekitar Rp911 miliar) pada tahun fiskal 2021. Pemerintah Thailand berupaya menjadikan negaranya sebagai pusat pertanian organik di kawasan Asia Tenggara. Saat ini, nilai pasar produk organik global mencapai lebih dari 100 miliar USD (sekitar Rp1500 triliun).

Negara-negara pengimpor beras lainnya di Asia Tenggara telah mengimplementasikan program yang serupa dengan kebijakan dalam negeri Indonesia.

Baca Juga: Jaga Ketahanan Pangan, Apakah Negara ASEAN Turut Terapkan Food Estate?
Komisi IV DPR: Balitbangtan Harus Fokus Kembangkan Bibit Padi dan Jagung

Malaysia memberlakukan subsidi input dan output untuk mengurangi biaya produksi petani. Subsidi output berbentuk pembelian hasil panen petani oleh pemerintah, sementara subsidi input meliputi subsidi pupuk atau mesin.

Di Filipina, pemerintah negara itu mengimplementasikan subsidi untuk bibit berkualitas bagi daerah yang sesuai dengan persyaratan (misalnya, lahan rendah yang teririgasi dan memiliki curah hujan cukup serta memanen di bawah 3,8 ton/hektare), mendistribusikan 7.000 unit mesin pascapanen dan 90.000 unit mesin produksi pertanian, serta memberikan bantuan teknis kepada petani dengan bekerja sama dengan pihak swasta di bawah program Special Area for Agriculture Development (SAAD). (Sariagri/Suparjo)