Cukai Rokok Naik 10 Persen di 2023, Industri Rokok Tercekik Mati?

Petani tembakau Tulungagung alami kerugian. (Sariagri/Arief L)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Senin, 19 Desember 2022 | 12:00 WIB

Sariagri - Pemerintah telah menetapkan kebijakan penyesuaian tarif CHT untuk dua tahun ke depan. Langkah ini telah mempertimbangkan aspek ekonomi, ketenagakerjaan, keberlanjutan industri rokok, dan upaya pengendalian peredaran rokok ilegal.

Tarif cukai dan batasan minimum Harga Jual Eceran (HJE) yang baru, mulai berlaku sejak 1 Januari 2023 dengan pengaturan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan. Bahkan komitmen itu tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024.

Pemerintah menetapkan target penurunan prevalensi merokok khususnya usia 10 - 18 tahun sebesar 8,7% di tahun 2024.

"Dalam proses penyusunan PMK ini telah melalui konsultasi dengan DPR dan juga audiensi dengan petani tembakau. Pada prinsipnya, dari Komisi XI DPR RI telah menyetujui kebijakan besaran tarif Cukai Hasil Tembakau yang diusulkan pemerintah," ujar Sri Mulyani di Jakarta, Senin (19/12/2022).

Sementara itu, dari hasil audiensi dengan para petani tembakau, pemerintah dalam menjalankan kebijakan kenaikan tarif CHT akan memperhatikan kepentingan petani tembakau dan tenaga kerja industri tembakau nasional, termasuk dengan meningkatkan upaya dalam mencegah beredarnya rokok ilegal dan memperkuat pengendalian impor tembakau untuk melindungi kepentingan petani tembakau.

"Kenaikan tarif cukai sigaret rata-rata sebesar 10% pada tahun 2023-2024 dilakukan untuk mendukung target penurunan prevalensi merokok anak. Khusus tarif cukai untuk jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT), kenaikan maksimum sebesar 5% dengan pertimbangan keberlangsungan tenaga kerja,"tambah Sri.

Selain itu, hasil tembakau berupa Rokok Elektrik (REL) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) tarif cukainya juga dinaikkan rata-rata sebesar 15% dan 6% setiap tahunnya untuk dua tahun ke depan.

"Administrasi cukai REL dan HPTL disederhanakan dengan penetapan tarif cukai berlaku cukup terhadap setiap varian volume kemasan penjualan eceran per HJE serta pemberian fitur personalisasi pada pita cukai REL dan HPTL. Pengambilan kebijakan penyesuaian tarif CHT juga telah mempertimbangkan sisi makro ekonomi, terutama di tengah situasi ekonomi domestik yang terus menguat dalam masa pemulihan ekonomi nasional," jelasnya.

Bakal Berikan Dampak Inflasi IHK

Kebijakan ini diperkirakan memberikan dampak yang terbatas pada inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) dan sudah terkelola dengan baik. Kenaikan rata-rata tarif CHT 10% diperkirakan akan menyebabkan kenaikan inflasi pada kisaran 0,1-0,2 percentage point sehingga dampak pada pertumbuhan ekonomi dan ketenagakerjaan juga diperkirakan relatif kecil.

"Dari aspek anggaran untuk kesehatan, alokasi anggaran penanggulangan dampak merokok mencapai sebesar Rp17,9 triliun–Rp27,7 triliun per tahun. Dari total biaya ini, terdapat Rp10,5 triliun-Rp15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan atau setara dengan 20%-30% dari subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN per tahun sebesar Rp48,8 triliun," ungkap Sri.

Penyesuaian tarif CHT ini diperkirakan juga akan berdampak pada beberapa hal seperti penurunan prevalensi merokok anak menjadi 8,92% di 2023 dan 8,79% di 2024 dan naiknya indeks kemahalan rokok menjadi 12,46% di tahun 2023 dan 12,35% di tahun 2024.

"Penurunan prevalensi merokok anak ini dapat berdampak positif bukan hanya dari sisi aspek anggaran kesehatan namun juga dapat meningkatkan kesehatan masyarakat sebagai bentuk komitmen untuk terus meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang menjadi salah satu prasyarat untuk penguatan produktivitas nasional dalam rangka mencapai visi Indonesia Maju 2045," pungkas Sri.

Industri Rokok Bakal Tercekik Mati

Kebijakan Pemerintah menaikkan cukai rokok rata rata sebesar 10% selama dua tahun berturut turut, mendapatkan kritikan dan penyesalan dari berbagai pihak terutama kalangan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

Mereka khawatir, kebijakan yang diambil pada saat masih terjadi krisis ekonomi selain akan semakin berdampak pada pengurangan tenaga kerja, itu juga akan semakin menyusahkan pelaku ekonomi kecil khususnya UMKM yang selama ini banyak jualan produk dari IHT.

"Pada saat angka pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,0 - 5,3%, maka setiap satu persen kenaikan cukai rokok, hal ini berpotensi menurunkan angka penjualan sigaret sebanyak 1,61 milyar batang. Dengan demikian, apabila kenaikan cukai rokok selama dua tahun berturut turut masing-masing rata rata sebesar 10 persen, berarti akan ada penurunan penjualan sigaret lebih dari 16,1 miliar batang," kata Ketua Umum APTI Provinsi NTB Sahmihuddin.

"Kenaikkan cukai rokok yang terus-menerus dilakukan setiap tahun, tanpa mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan inflasi cukup ampuh buat menurunkan produksi sigaret bercukai atau rokok legal yang pada akhirnya banyak Perusahaan Rokok yang tutup atau mati," tambahnya.

Baca Juga: Cukai Rokok Naik 10 Persen di 2023, Industri Rokok Tercekik Mati?
Pemerintah Kembali Naikkan Cukai Tembakau, Perokok Anak Kok Meningkat?

Lebih lanjut Sahminudin menegaskan, apabila perusahaan rokok banyak yang mati, selain menutup lapangan pekerjaan, menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di kalangan buruh atau pegawai industri rokok, juga semakin menyengsarakan petani tembakau yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Saat ini terdapat sekitar 6 juta tenaga kerja di sekitar industri tembakau baik langsung maupun tidak langsung. Ketika setiap tahun pemerintah menaikan cukai rokok dengan angka yang sangat tinggi, jelas membuat perusahaan rokok perlahan lahan akan mati. Apakah pemerintah sudah siap menyediakan lapangan pekerjaan bagi jutaan tenaga kerja dari sektor IHT yang kehilangan pekerjaan," jelas Sahmihudin.