Berhenti Jadi Guru, Pasangan Ini Sukses Jalankan Urban Farming

Ilustrasi urban farming (Wikimedia Commons)

Penulis: Tatang Adhiwidharta, Editor: Reza P - Kamis, 1 Desember 2022 | 17:45 WIB

Dua orang guru, Ritah Nakitto dan suaminya Benjamin Ssentongo Banadda, mengambil keputusan untuk berhenti mengajar sekitar sepuluh tahun lalu, dan mendirikan sebuah urban farming, Banadda Smart Farm di Busaabala di Kampala, ibukota Uganda.

Pertanian mereka yang berukuran 47,5 meter x 27 meter menjadi sebagai salah satu kisah pertanian perkotaan paling sukses di Uganda.

Kami berdua memiliki hasrat yang kuat untuk bertani, dan itulah sebabnya kami selalu menjadi pembaca setia Seeds of Gold dan publikasi pertanian lainnya, ujar Ssentongo, seperti dikutip monitor.

Nakitto mengaku, banyak teknologi pertanian yang mereka praktikkan diperoleh dengan mencari di internet dan membaca berbagai macam publikasi. Kami bukan ahli pertanian terlatih, tetapi kami sangat tertarik untuk bertani, katanya kepada Seeds of Gold.

Mereka mengambil beberapa pelatihan awal tentang beternak ayam lokal di peternakan Elias Kasumba di Kampala. Kini, mereka bertani dan beternak ayam lokal dengan sistem kandang. Mereka juga memelihara dan membiakkan kelinci.

Pasangan suami istri tersebut melakukan apa yang mereka sebut sebagai pertanian regeneratif.

Kami keluar untuk membuktikan bahwa kami tidak dapat berhenti bertani karena tanahnya habis. Kalau sudah habis, maka kita berkewajiban menyuburkan dan berproduksi lagi karena kita tetap memanen tanaman yang tumbuh di atasnya,” kata Nakitto.

Menurutnya, manusia tidak akan pernah berhenti makan sehingga memproduksi makanan harus menjadi proses yang berkelanjutan. “Kita tidak bisa selalu mengambil tanaman tanpa mengembalikan sesuatu ke tanah Dan itu salah satu alasan kami memelihara ternak seperti kelinci dan ayam untuk mendapatkan pupuk organik guna menyuburkan tanah,” tambahnya.

Di Banadda Smart Farm yang merupakan rumah mereka, Nakitto dan Ssentongo menanam 16 batang pisang dan sekarang mereka terus memanen pisang untuk dimakan karena praktik agronomi yang baik.

Mereka juga akan memiliki beberapa daging ayam dan kelinci. Mereka biasanya menjual kelinci dan ayam lokal ke sesama warga, terutama di musim perayaan.

Di pertaniannya, mereka menanam tomat panjat yang dikenal sebagai Martina Indeterminate Tomato di tanah yang dikemas dalam karung.

Kami lebih suka tanaman itu karena tumbuh ke atas dan tidak pernah menyebar ke samping sehingga menghemat ruang. Kami juga menyiapkan bibit tomat cangkok untuk dijual. Awalnya kami hanya menjual bibit tomat biasa, tetapi kami menyadari bahwa varietas itu terserang hawar daun yang menyebabkan layu. Jadi, kami menggunakan bibit tomat cangkok yang tidak mudah layu,” kata Ssentongo.

Alasan utama bisnis Nakitto dan Ssentongo menguntungkan adalah karena mereka menjual produk mereka sepanjang tahun dan tidak pernah khawatir kekurangan hujan karena memiliki air sepanjang waktu.

Baca Juga: Berhenti Jadi Guru, Pasangan Ini Sukses Jalankan Urban Farming
92 Persen Warga Sudah Bertani, Ini Perjalanan Urban Farming di Jakarta

Awalnya kami bergantung sepenuhnya pada National Water and Sewage”, tetapi tagihan bulanan menjadi masalah. Jadi kami mengebor air kami sendiri dari bawah tanah. Kami memiliki semua air yang kami butuhkan untuk menjaga agar tanaman kami selalu hijau dan untuk menjaga agar kelinci dan ayam tetap disiram dengan baik,” terang Nakitto.

Sebagai hasil jerih payahnya sebagai petani, kedua mantan guru itu kini tinggal di rumah sendiri, memiliki mobil, dan menyekolahkan anak-anaknya di beberapa sekolah terbaik di Uganda.