Hari Tani Nasional, Pertanian Perlu Fokus Pada Keberlanjutan dan Inovasi

Petani Kesulitan Air, dan Tidak Ada Biaya untuk membeli BBM. (Sariagri/Yongki)

Editor: Yoyok - Jumat, 23 September 2022 | 14:30 WIB

Sariagri - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Azizah Fauzi, menyatakan urgensi agar sektor pertanian Indonesia fokus pada keberlanjutan dan inovasi semakin besar, mengingat berbagai tantangan yang mengancam kelangsungannya.

“Keberlanjutan dan inovasi adalah dua unsur penting untuk memastikan kegiatan pada sektor pertanian bisa berjalan tanpa merusak alam. Keberlanjutan dan inovasi juga dapat membawa manfaat bagi petani dan juga konsumen pangan,” ujar Azizah secara tertulis berkaitan dengan Hari Tani Nasional pada Jumat (23/9/2022).

Azizah melanjutkan, perubahan iklim merupakan salah satu ancaman sektor pertanian yang harus diwaspadai karena dampaknya yang signifikan. Beberapa dampak perubahan iklim seperti cuaca ekstrem yang tidak dapat diprediksi, termasuk hujan lebat, kekeringan, gelombang panas, dan badai tropis dapat menyebabkan berkurangnya kuantitas dan mutu hasil panen

“Hal itu menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mengganggu ketersediaan pangan dan mengancam ketahanan pangan. Secara sederhana, berkurangnya produksi akan mengakibatkan harga pangan menjadi lebih mahal. Kenaikan harga dapat berdampak pada akses, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan,” katanya.

Dia menambahkan volatilitas harga berdampak signifikan bagi ketahanan pangan dan pola konsumsi konsumen, terutama yang berpenghasilan rendah. Jika harga protein seperti telur dan produk turunan kedelai seperti tahu dan tempe melonjak, konsumen dengan penghasilan rendah akan cenderung memilih komoditas yang mengenyangkan dengan  harga lebih terjangkau untuk dikonsumsi. “Hal ini bisa berdampak lebih jauh pada kecukupan nutrisi,” tegasnya.

Sementara itu, metode bertani yang efisien juga diperlukan untuk meningkatkan daya saing petani. Saat ini, petani Indonesia masih didominasi petani gurem, atau petani dengan luas lahan kurang dari 0,2 hektar.

“Adopsi teknologi di hulu dan hilir akan memberikan mereka akses kepada pasar dan pelanggan. Dengan demikian, mereka bisa memiliki posisi tawar yang lebih tinggi terhadap harga,” papar Azizah.

Selain itu, mekanisasi akan membantu produksi pertanian lebih efisien dan dengan demikian, memperbesar peluang terserapnya produk mereka oleh pasar. Peningkatan produktivitas mereka diharapkan dapat menaikkan taraf hidup.

“Cara bertani juga perlu mengedepankan aspek keberlanjutan. Pembukaan lahan secara masif misalnya, tidak lagi relevan dengan tujuan keberlanjutan. Pembukaan lahan justru mengancam ekosistem dan tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” Azizah menerangkan.

Baca Juga: Hari Tani Nasional, Pertanian Perlu Fokus Pada Keberlanjutan dan Inovasi
Hari Tani, Mentan: Petani Ujung Tombak Ketersediaan Pangan Nasional

Menurutnya, sektor pertanian merupakan salah satu sektor penyumbang emisi. Untuk sejalan dengan upaya menurunkan emisi, kebijakan pertanian perlu mengedepankan intensifikasi melalui optimalisasi penggunaan lahan yang ada dengan pemberian intervensi berupa input yang berkualitas.

“Hari Tani sebaiknya tidak hanya diperingati secara seremonial tanpa ada kebijakan yang komprehensif untuk mendukung petani dan sektor pertanian berkembang dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Pandemi dan kondisi global sudah menunjukkan urgensi unsur keberlanjutan dan inovasi,” tandas Azizah.