Peneliti IPB: Pengembangan Benih Petani Kecil Perlu Jadi Perhatian

Petani padi di Lebak, Banten genjot produksi pangan. (Antara)

Editor: M Kautsar - Selasa, 2 Agustus 2022 | 12:15 WIB

Sariagri - Peneliti dan Kepala Pusat Peneliti Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Dwi Andreas Santosa menyebut pengembangan benih yang dikembangkan petani kecil perlu jadi perhatian bersama. Gagasan ini muncul karena pengembangan benih seringkali dianggap menjadi hak ekslusif para ilmuwan, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah, dan swasta.

Pemilahan tegas antara penyedia input dan pihak yang bertanggung jawab di on-farm maupun yang di off-farm. Bila terjadi kerugian, semuanya ditimpakan kepada para petani kecil.

“Ekstensifikasi peningkatan input baik tenaga kerja maupun kapital sudah tidak jaman. Sejak awal tahun 90-an, peningkatan total faktor produktivitas adalah upaya yang paling tepat. Sehingga terjadi efisiensi dimana seluruh input pertanian ditransformasi menjadi output. Dikarenakan hal ini pula peran benih teramat penting sebagai penggerak pertumbuhan produktivitas pertanian,” ujar Dwi Andreas, dikutip dari laman resmi kampus, Selasa (2/8/2022).

Terlebih, impor pangan Indonesia selama 20 tahun melonjak hampir 20 juta ton untuk komoditas jagung, gandum, kedelai, gula tebu, ubi kayu, bawang putih dan kacang tanah. Data terakhir untuk tahun 2021 juga menunjukkan, nilai impor beras lebih tinggi daripada tahun 2018. Hal ini dapat menjadi awal kemerosotan pertanian beras di Indonesia, katanya.

Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian ini menambahkan, berdasarkan data produksi padi 20 tahun terakhir yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, produksi padi turun 7.7 persen pada tahun 2019. Fenomena La nina pada tahun 2020, baginya juga tidak memberikan harapan nyata bagi produktivitas beras.

Andreas menyebut, dibanding industri, petani kecil pemulia tanaman sejak tahun 60-an sebenarnya sudah mengembangkan lebih banyak varietas lokal.

“Jadi petani kecil merupakan tokoh penting dalam pengembangan benih selama ini. Saya juga ingin menekankan mengapa konsepnya berubah total sekarang? Petani kecil hanya berperan sebagai pengguna benih saja,” tuturnya.

Peran perguruan tinggi maupun lembaga penelitian, menurut Andreas, sebenarnya dapat mendorong petani kembali pada perannya di masa lampau, yaitu sebagai pemulia tanaman unggul.

“IPB University sendiri telah mengembangkan tanaman cisgenik tebu berkolaborasi bersama para petani. Harapannya terjadi peningkatan produksi atau rendemen hingga dua kali lipat. Selanjutnya juga akan dilakukan penelitian uji transkriptomik untuk melakukan pemuliaan lebih lanjut,” imbuhnya.

Target besar tersebut, kata dia, diharapkan dapat dicapai dalam kurun waktu lima hingga enam tahun. Upaya ini dilakukan untuk mengatasi permasalahan Indonesia sebagai pengimpor gula terbesar se-dunia.

Plant breeding oleh para petani kecil juga mesti dorong. Jumlah petani breeder saat ini kurang dari 500 orang. Padahal dengan lahan Indonesia yang luas membutuhkan minimal 10.000 petani. Pengembangan benih yang dilakukan oleh petani juga melewati proses uji benih, standarisasi, hingga sertifikasi,” kata Andreas.

Para petani, lanjutnya, juga harus terus didorong dan didampingi agar tidak hanya menangkar benih namun juga turut memuliakannya. Ia juga berharap agar ke depannya tidak terjadi kriminalisasi petani pemulia tanaman.